Beranda Maluku Utara Perempuan dan Gerhana Bulan

Perempuan dan Gerhana Bulan

705
0
Gerhana Bulan malam tadi

Oleh: Alifa Hibatillah

Kata orang, ini adalah fenomena langka, bahkan fenomena yang terjadi selama beratus-ratus tahun, barangkali kita adalah yang paling beruntung dari sekian banyak orang. Bahkan dalam hidup akupun baru melihatnya setelah gerhana matahari dua tahun lalu.

Berbagai kabar, tentang fenomena langka, sebagai isyarat agar masyarakat berhati-hati. Semisal angin kencang, hujan berintesitas tinggi, dan ombak yang amuk.

Sebelum gerhana, aku melihat hujan senang membasahi kota, angin melambaikan dedaunan, bahkan pantai bergelombang. Aku menikmatinya, bahkan sampai sekarang, angin masih bertiup, daun berterbangan, semacam anak kecil sedang menerbangkan layangannya. Awan sesekali menutupi bulan, sementara wajah orang-orang di sekitarku, seolah menyampaikan kalimat keresahan.

Ini gerhana bulan, namun Tuhan punya cara baik memperlihatkan kita semua, tentang keindahan lancap yang begitu dinanti-nanti. Tuhan tidak pernah salah, setelah warna kemerah-merahan muncul, awan seakan pergi sesaat, orang-orang begitu antusias.

Sedang aku, menerka langit, menuliskan kalimat tentang malam ini. Aku pun menerjemahkan angin yang meniup kerudungku, hingga dingin menyelimuti tubuh. Aku pikir tiupan angin, sebagai bukti, bahwa tak hanya manusia merasakan bulan merah. Hujan seolah turut menjemput gerhana, saat ia melihat wajah-wajah manusia girang di tengah gerhana merah, maka tak ada tanah yang basah di sini.

Sesekali aku menatap bintang seolah membentuk formasi, langit-langit dengan gelap menghadirkan begitu banyak kecantikan alam, sejauh mata memandang. Sesekali aku melirik orang-orang terdengar pula suara-suara syukur.

Dan biarlah kenikmatan ini, membuktikan bahwa alam punya cara tersendiri mengambil hati manusia, memperlihatkan pada bola mata, “bahwa aku sekali datang, kamu pun terkagum-kagum padaku.”

Sungguh ini sangat luar biasa, sebab ketika gerhana ada dengan miliaran durasi, semiliaran orang pun datang menyaksikan. Dan lihatlah, bumi dan seisi pun turut merayakan keindahan titipan Tuhan.

Duh, syahdunya malamku dengan gerhana bulan. Gerhana mengajakku menyambungkan aksara. Ketika engkau kembali seperti semula, biarlah ia abadi dalam tulisan. Tersebab itulah, aku menyebutnya perempuan dan gerhana bulan. Gerhana langkah, yang suatu ketika barangkali orang hanya membayangkan dalam tulisan-tulisan.