Beranda Maluku Utara Kuasa Hukum KPU Sebut Gugatan AGK-YA 157 Halaman, Tidak Sah

Kuasa Hukum KPU Sebut Gugatan AGK-YA 157 Halaman, Tidak Sah

2628
0

JAKARTA – Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara, Ali Nurdin dalam persidangan ke II di Mahkamah Konstitusi (MK) Rabu 01/08/18, “mengupas” habis isi gugatan yang diajukan pemohon Paslon nomor urut tiga Abdul Gani Kasuba-Ali Yasin (AGK-Ya) terkait perselisihan hasil penghitungan (PHP) pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara (Malut).

Sidang dengan agenda mendengarkan jawaban termohon (KPU), dan keterangan Bawaslu serta jawaban pihak terkait, yang dipimpin langsung oleh ketua MK, Arif Hidayat dan didampingi Maria Marida Indrati dan Sohartoyo itu, kuasa hukum KPU
Ali Nurdin ketika diberikan kesempatan oleh Ketua Majelis Hakim MK, Arif Hidayat menyampaikan seluruh gugatan pemohon paslon yang diusung oleh PDI-P dan PKPI itu tidak sah.

Ali Nurdin menyebutkan, ada lima tahapan sebelum sengketa Pilkada disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yakni pengajuan permohonan pemohon, pemeriksaan kelengkapan permohonan pemohon, perbaikan kelengkapan permohonan pemohon, pencatatan permohonan pemohon dalam buku register perkara konstitusi (BRPK) dan penyampaian salinan pemohon kepada pihak terkait dan termohon.

Menurut Nurdin, berdasarkan ketentuan, perbaikan permohonan harus dilakukan sebelum tahapan pencatatan pemohon dalam BRPK.

“Perbaikan permohonan pemohon hanya bisa dilakukan sebelum dicatat di BRPK,” ungkap Ali kepada majelis hakim.

Didepan ketiga majelis hakim, Ali Nurdin menjelaskan, permohonan pemohon diajukan ke MK pada tanggal 10 Juli 2018. Maka, pada tanggal 17 Juli 2018, MK menerbitkan akta permohonan lengkap (Apel) dengan nomor 40 yang ditandatangani langsung Panitera MK, Kasianur Sidauruk.

Lanjut Ali, Permohonan yang dinyatakan lengkap, lanjut Ali Nurdin, langsung dicatat oleh kepaniteraan MK dalam buku register perkara MK nomor 36. Namun, pada tanggal 19 Juli, pemohon kembali mengajukan perbaikan permohonan, ini sebagaimana yang dijelaskan hakim MK pada sidang pendahuluan, Kamis (26/07/18) lalu.

“Padahal pada tanggal 17 Juli 2018 , permohnoan pemohon sudah dinyatakan lengkap tanggal 17 Juli 2018 dengan terbitnya Apel nomor 40 yang dicatat BRPK sehingga sudah tidak bisa dilakukan perbaikan permohonan,” jelasnya.

Atas dasar itu, maka pengajuan perbaikan permohonan oleh pemohon sudah melewati tahapan pencatatan pemohonan dalam BRPK sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 PMK no 7 tahun 2017. Sehingga, perbaikan pemohon setebal 157 halaman yang diajukan pada tanggal 19 Juli 2018 itu tidak sah atau catat hukum dan tidak bisa dijadikan sebagai dasar pemeriksaan perkara PHP Pilkda Malut 2018.

“Majelis Hakim MK harus menjadikan permohonan pemohon yang diajukan pada tanggal 10 Juli 2018 sebanyak 15 halaman sebagai dasar pemeriksaan perkara PHP Pilkada Malut,” urainya didepan majelis hakim.

Selain itu juga, Ali Nurdin menyebutkan, berdasarkan ketentuan pasal 13 ayat 3 PMK 5 2017, mengatur pemohon atau kuasa hukum melengkapi permohonan selama 3 hari kerja sejak diterima akta permohonan belum lengkap.

Namun, pada sengketa PHP Pilkada Malut ini, Mahkamah Kontitusi tidak pernah memberikan perintah kepada pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan karena sudah dianggap lengkap sehingga perbaikan pemohonan ini catat karena tidak memiliki dasar hukum, maka sudah sepatutnya ditolak oleh MK.

Bahkan, Ali Nurdin menilai, permohonan pemohon tidak memenuhi syarat permohonan sehingga MK tidak berwenang memeriksa dan mengadilinya. Menurutnya, setelah tim hukum KPU membaca dan mencermati setiap point pemohon ternyata tidak memenuhi syarat permohanan sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat 2 pemilukada yang menyebutkan perselisihan penetapan hasil Pemilukada adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan mempengaruhi penetapan calon terpilih.

Masih kata Ali, Selain itu juga, pada pasal 8 ayat 1 mengatur tentang pemohon harus mengurai dengan jelas mengenai pokok permohonan. Namun, pemohon tidak bisa menjelaskan kesalahan penghitungan suara oleh termohon dan yang benar menurut pemohon. Pemohon juga tidak bisa menyebutkan dengan jelas kesalahan penghitungan dan rekapitulisi suara oleh termohon. Pemohon juga tidak menyebutkan dengan jelas perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan mempengaruhi penetapan calon terpilih.

Pemohon juga tidak bisa menjelaskan dengan jelas kesalahan rekpitulasi ditingkat kecamatan dan kabupaten kota. Pemohon juga tidak menyebutkan total suara yang benar milik pemohon.

Olehnya itu Ali mengatakan, “Sudah sepatutnya Hakim MK menolak gugatan yang dilayangkan pemohon”. (HI)