Beranda Maluku Utara Kampanye Pemilu, Kepala Daerah Wajib Cuti Terkecuali Caleg Petahana

Kampanye Pemilu, Kepala Daerah Wajib Cuti Terkecuali Caleg Petahana

586
0
Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Muksin Amrin

TERNATE – Menghadapi masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) Legilatif maupun Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019, para kepala daerah utamanya yang menjadi tim kampanye atau fungsionaris partai politik peserta Pemilu 2019, diingatkan untuk mengajukan izin cuti saat mengikuti kampanye.

“Bagi kepala daerah baik gubernur, wakil gubernur, bupati dan walikota serta wakilnya, agar mengajukan izin cuti jika berniat mengikuti kampanye Pemilu nanti. Kecuali waktu kampanyenya dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu atau hari libur,” ungkap Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara (Malut), Muksin Amrin,

Tambah Muksin, untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, izin cutinya diajukan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan hasilnya disampaikan pada KPU dan Bawaslu sehari sebelum pelaksanaan kampanye.

“Sedangkan untuk Bupati, Walikota dan wakilnya, diajukan ke Gubernur. Dan wajib menyampikan ke KPU dan Bawaslu setempat sehari sebelum pelaksanaan kampanyenya,” ujar Muksin.

Lain halnya bagi para calon legislatif yang saat sedang menjabat wakil rakyat baik di DPD, DPR maupun DPRD. Dikatakan Muksin, mereka tidak wajib untuk mengajukan cuti untuk mengikuti kampanye.

“Boleh saja ikut kampanye tanpa harus cuti bagi Caleg petahana,” jelasnya.

Meski demikian, Muksin mengingatkan bagi calon petahana agar tidak memanfaatkan waktu resesnya untuk berkampanye.

“Salah satu fokus pengawasan kita nanti saat mereka (caleg petahana) melakukan reses. Nah, momentum reses ini harus murni hajatan selaku wakil rakyat. Jangan diisi dengan kampanye pencalonannya. Jika melanggar, tentunya akan kami tindak sesuai aturan yang berlaku,” tegas Muksin.

Muksin juga mengingatkan peserta Pemilu 2019 agar dalam massa kampanye tidak diisi dengan kegiatan bagi-bagi hadiah atau doorprize. “Misalnya membuat kegiatan olahraga maupun kesenian. Nah, ini berpotensi terjadi pemberian. Itu bisa dikategorikan politik uang dan tentunya akan kami proses jika ada yang melakukannya,” tutup Muksin. (HI)