JAILOLO – Menjelang keputusan tapal batas enam desa, oleh Kementerian Dalam Negeri membuat hubungan Pemerintah Halmahera Barat dan Halmahera Utara mulai memanas.
Hal ini dilihat dari pernyataan bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Halmahera Utara yang mengancam untuk memboikot, seluruh aktivitas Pemkab Halbar di enam desa, lantaran dianggap, bertentangan dengan PP 42 tahun 1999.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Halmahera Barat Ahmad Zakir Mando, saat dimintai tanggapan, Kamis (9/11), oleh sejumlah wartawan, menyarankan agar isi dari PP nomor 42, bisa dibuka dan dipelajari kembali oleh pemerintah kabupaten Halmahera Utara
“Di dalam PP 42, tidak menyinggung soal tapal batas, antara Halut maupun Halbar, melainkan, pembentukan kecamatan Jailolo Timur, tanpa ada kompromi dari kecamatan Kao serta Jailolo,”jelas Zakir.
Lanjut Zakir, “Ini artinya, Halut dan Halbar, menolak adanya PP 42. Intinya, pembentukan kecamatan baru ini, tidak diinginkan masyarakat pada saat itu,” jelasnya. Karena itu, saat menyikapi proses penyelesaian persoalan yang dihadapi, bukan lagi berkutat di PP 42.
“Yang dibicarakan saat ini adalah, landasan kesepakatan antar Halut, Halbar dan pihak kementerian bertempat di Hotel Acacia di Jakarta, jauh sebelumnya. Ini yang harus dipahami,”ujar Zakir.
Disinggung soal ancaman Pemkab Halut yang berencana untuk memboikot seluruh aktivitas milik Pemkab Halbar wilayah enam desa, kata Zakir, merupakan pernyataan keliru. “Selain keliru, pernyataan ini juga telambat dan salah alamat”, ucapnya.
Lanjutnya, “Seharusnya, Pemkab Halut harus mengoreksi diri. Kenapa nanti sudah ada verifikasi, lalu ancaman ini lontarkan ke publik. Dan kenapa jauh sebelumnya aktivitas kita tidak dihentikan saja,” tambahnya.
Sehingga, dirinya berharap agar, “Pemkab Halut, jangan terlalu panik. “Karena pihak kementerian sudah tahu persis, dudukan persoalannya. Dan diharapkan ke masyarakat di enam desa, agar bersabar dan terus berdoa, karena dalam waktu dekat, keputusan terkait status enam ada sudah ada,” himbau Zakir. (UK)