Beranda Maluku Utara Ratusan Guru Gelar Aksi Mogok Mengajar

Ratusan Guru Gelar Aksi Mogok Mengajar

4858
0
Aksi demo

MOROTAI – Kebijakan Bupati Benny Laos dan Asrun Padoma sebagai pucuk pimpinan Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai, kali ini menuai protes.

Seperti yang dilakukan ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Morotai, Senin (3/9).

Menggunakan satu unit mobil pick up, dilengkapi sound sistem, mereka menggelar aksi mogok diikuti aksi demonstrasi di depan kantor bupati sekira pukul 10:00 WIT.

Kondisi ini, tentunya mengganggu aktivitas aktifitas belajar-mengajar di Morotai.
Bukan tanpa alasan, aksi yang digelar ratusan guru ini berkaitan dengan janji kenaikan pangkat sejak Oktober 2017 dan April 2018, yang hingga kini, belum juga terealisasi.

Selain itu, para guru juga mempersoalkan pemotongan 15 persen dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang dinilai salah dan cacat hukum, karena bertentangan dengan Permendikbud nomor 8, tahun 2017.

Dalam aksinya, massa lantas meminta agar pemotongan BOS sebesar 15 persen, sebagaimana telah diikat melalui Perda, agar dibekukan, karena tidak sesuai dengan Juknis Permendikbud.

”Pemotongan itu jelas tidak dibenarkan, dan telah merugikan sekolah, terutama kami sebagai tenaga pendidik,” teriak Arafik M. Rahman, selaku ketua PGRI.

Diakui Arafik, berdasarkan hasil kajian dan evakuasi yang dilakukan pihaknya, banyak sekali persoalan yang dihadapi para guru, atas kebijakan Pemkab. Dari beberapa poin tuntutan, salah satu diantaranya adalah pembayaran 30 persen gaji guru honor, yang hingga kini, masih terkatung-katung. Disamping itu, pihaknya juga menuntut agar, honorer K2, segera diangkat menjadi PNS, kemudian soal kenaikan pangkat ini penting, dengan tujuan agar para guru, bisa mendapatkan Tunjangan Tambahan Penghasilan (Tamsil) diikuti kenaikan gaji. Tapi buktinya, SK kenaikan pangkat pun belum juga direalisasi.

“Karena itu, kami meminta agar SK kenaikan pangkat segera direalisasikan. Bagaimana guru mau sejahtera kalau tuntutan tidak diimbangi dengan hak kami,” ungkap Arafik.

Setelah melakukan orasi secara bergantian, hampir kurang lebih 30 menit, massa aksi lalu meminta agar Kadikbud, Revi Dara, untuk segera bertatap muka, dan mengakomodir seluruh tuntutan.

”Kami berikan waktu ke Bupati, Wabub, Sekab dan Kadis satu Minggu. Kalaupun dalam jangka waktu yang diberikan, tuntutan kami tidak diakomodir, maka kami akan menggelar mogok dan pemberhentian aktivitas belajar-mengajar selama satu minggu,” ancam Arafik.

Usai melakukan aksi, para massa aksi lansung meminta agar hearing bersama Sekda. Dan permintaan massa aksi tanggapi positif, sehingga dari enam poin tuntutan tersebut berhasil dijawab oleh Sekda Pulau Morotai, Muhammad M Kharie, yakni realisasi SK kenaikan pangkat, periode Oktober 2017 dan April 2018 itu hanya berlaku pada mereka yang mengabdi di sekolah SD negeri, SMP negeri, atau sekolah pegawai daerah yang di perbantukan di sekolah Madrasah, “Itu saat ini rata-rata LG para guru ini sudah disetujui oleh BKN, dan saat ini SK kenaikan pangkat seluruh guru juga sudah disiapkan dan tinggal di tanda tangani oleh Bupati”, jelas Sekda.

Lanjutnya, “Kenapa belum ditandatangan, karena ada pertimbangan dari bupati, bahwa ada 9 orang guru yang bertugas di desa itu tidak menjalankan tugas dengan baik. Sehingga beliau (Bupati) belum lakukan tanda tangan”, ungkapnya.

Sekda menambahkan, “Kalaupun ini dilakukan, maka guru yang bersangkutan harus meminta surat rekomendasi tugas kepada Kepala Sekolah (Kepsek) di tempat tugas tersebut. Karena kenaikan pangkat itu harus ada rekomendasi dari pimpinan tersebut. Itu bagi para guru, tetapi untuk Kepsek harus ada rekomendasi dari Camat. Walapun sudah ada rekomendasi dari Kepsek tetapi akan di cek kembali melalui absensi, karena saat ada pegawai honorer yang kami tempatkan di desa-desa itu. Tujuannya untuk mengecek para guru dan Kepsek di sekolah tersebut”, ungkapnya.

“Untuk dana BOS, itu aturan yang mengatur, tetapi dari hasil pantauan kami kepada terhadap guru-guru yang dibayar dengan dana BOS itu mereka terima tiga bulan sekali, dengan begitu bupati mengambil kebijakan, sehingga para guru setiap bulan saat ini sudah bisa menerima Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), dan ini tidak memakai dan BOS. Karena dana BOS itu hanya di peruntukkan untuk kebutuhan sekolah. Kemudian soal wisuda mahasiswa Unipas, saat ini kami sudah lakukan kerja sama dengan Unipas, sehingga Pemda memberikan anggaran untuk keperluan wisuda senilai Rp 600 juta,” terang Sekda.

Lebih jauh Sekda menjelaskan, “Sementara, untuk kesejahteraan para guru SMA dan SMK itu, kami tidak bisa melakukan, karena ini sudah bukan tanggung jawab kami, karena para guru SMA dan SMK di Morotai itu adalah tanggung jawab Provinsi. Kalau hal ini kita lakukan maka sudah jelas akan terjadi temuan BPK. Begitu juga soal pengangkatan K2 menjadi ASN, itu bukan Bupati yang mengangkat dan menjadi ASN. Ini adalah kewenangan pemerintah pusat, karena K2 ini setiap daerah ada, dan ini masukan kebijakan nasional. Mudah-mudahan kebijakan K2 ini cepat dilakukan oleh pemerintah pusat,” bebernya.

Masih kata Sekda, “Begitu juga soal pemberhentian Kadis pendidikan, ini bukan menjadi solusi, karena beliau (Kadis) tidak punya kesalahan. Kalau beliau melakukan hal-hal yang tidak diinginkan baru bisa dilakukan,” tambahnya.

Terpisah, Kadikbud Morotai, Revi Dara, mengungkapkan, kaitan dengan dana BOS, “Kami tidak pernah lakukan pemotongan dari Dinas, dan kami juga temukan bahwa ada Kepsek yang bermain dengan dana BOS. Di dalam SK itu seharusnya dibayar tiga orang, tetapi lagi-lagi Kepsek hanya membayar satu orang. Sehingga kami akan tertibkan semua ini. Kalau ketua PGRI mau kita buka-bukaan, mari kita buka-bukaan, jadi jangan memanfaatkan jabatan anda sebagai lahan,” tegas Kadis. (Ical)