MOROTAI – Setelah Polda Maluku Utara (Malut) menetapkan Plt mantan Kabag Humas dan Protokoler Setda Pulau Morotai, Hironimus Rahankey sebagai tersangka atas dugaan kasus pemalsuan tandatangan sejumlah anggota DPRD pada Dokumen APBD induk tahun 2018.
Hal tersebut ditanggapi oleh Dekan Fisipol Unipas Morotai, Parto Sumtaki. Menurutnya Polda Malut, telah menunjukkan adanya progres positif bagi upaya membongkar misteri dugaan APBD fiktif yang menjadi tanda tanya selama ini bagi publik di Morotai.
“Olehnya itu, kami mendesak kepada Polda Malut, agar segera menangkap aktor di balik pemalsuan tanda tangan dokumen APBD Morotai,” kata Parto, melalui rilis kepada wartawan, Minggu (23/9).
Penetapan tersangka terhadap saksi tersebut tentu secara faktual tidaklah selesai sampai disitu, untuk itu dibutuhkan upaya penyidik secara sungguh-sungguh dalam memastikan aktor intelektual yang diduga melibatkan pihak-pihak yang diduga secara sengaja memerintahkan untuk memalsukan tanda tangan anggota DPRD Morotai.
“Dalam konteks inilah, saya melihat ujian beratnya ada disitu. Penyidik harus profesional dan tidak boleh masuk angin untuk menjaga marwah dan kredibilitas lembaga kepolisian sebagai pelayan dan pengayom masyarakat,” ungkapnya.
Lanjutnya, “Saya meyakini bahwa sebagaimana alur pembahasan APBD 2018 antara eksekutif dan DPRD Morotai dalam perjalanan justru dibajak dengan tindakan-tindakan yang tidak terpuji bahkan diduga dipalsukan. Bahwa penetapan tersangka Hironimus Rahankey hanyalah bagian kecil yang baru diselesaikan penyidik, karena proses pembahasan anggaran hingga upaya finalisasinya tentu melibatkan TAPD dan DPRD yang mengetahui benar alur hingga hasilnya,” ujar Parto.
Lanjutnya, “Jadi dengan demikian, pihak-pihak yang paling bertanggungjawab juga harus menjadi agenda penyidik untuk dilakukan langkah-langkah lebih konkrit, agar jangan terkesan tebang pilih hingga ada dugaan penyidik tidak bernyali,” timpalnya.
Masih kata Parto, “Karena dengan ditetapkannya tersangka terhadap saudara Hironimus dalam kasus pemalsuan tandatangan atas dokumen APBD, menegaskan secara yuridis bahwa penggunaan akan dokumen tersebut yang ada anggaran daerah menjadi tidak bisa dibenarkan.”
Lebih jauh ia mengatakan, “Pertanyaannya adalah, apakah penyidik memiliki kreativitas untuk lebih tajam kedalam membongkar misteri ini atau tidak, karena dalam pandangan saya, tandatangan yang dipalsukan itu merupakan bukti bahwa dokumen tersebut cacat hukum dan tidak dalam bentuk yang sebenarnya sebagaimana harusnya alur pembahasan dan penetapan APBD induk tahun 2018. Olehnya itu, publik Morotai menunggu keberanian penyidik Polda Malut untuk membuktikan bahwa mereka tidak masuk angin. Sebab, dugaan kasus APBD fiktif ini sangatlah terang benderang,” pintanya.
Untuk diketahui, Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan di Pemda Morotai ini, diketahui saat rapat Paripurna pada tanggal 24 Desember 2017. Namun berkas hasil evaluasi Gubernur, dokumen yang diserahkan eksekutif atau Pemda Morotai tertanggal, (13/10/2017) diduga terdapat pemalsuan tanda tangan pada pandangan fraksi.
Salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten setempat, yakni, Mc Bill Abd Aziz, kemudian melaporkan kasus tersebut. (Ical)