TERNATE – Perjuangan mahasiswa jilid 3 terus berlangsung, mereka meminta pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) segerah naikan harga kopra, yang mengalami penurunan harga hingga mencapai Rp 2.100/kilo.
Unjuk rasa (Unras) yang dilakukan oleh elemen gerakan se-kota Ternate, dari seluruh kampus di Malut itu berjalan lancar, meski diwarnai aksi pembakaran ban bekas yang dilakukan oleh mahasiswa.
Unras di mulai sejak pukul 09:00 WIT, di Landmark Ternate, selanjutnya massa aksi menuju kediaman Gubernur Malut pada pukul 11:30 WIT. Tidak berhasil bertemu dengan Gubernur Malut, Abdul Gani Kasuba, Sekretaris Provinsi Muabdin A Rajab kemudian mewakili untuk melakukan hearing dengan massa aksi.
Katanya, Pemprov telah melakukan
rapat dengan Forkompimda Malut dan para kepala daerah di Malut yang menghasilkan keputusan, dibawah pimpinan Wali Kota Tidore Kepulauan akan melakukan negosiasi dengan para pembeli yang ada di Surabaya yang akan dimulai dalam waktu dekat.
keputusan berikut kalau desa yang mempunyai BUMD akan disubsidi, kalau tidak ada akan diperluas fungsi BUMDES, yang telah dibentuk.
“Untuk memberikan peran yang lebih luas dan menampung hasil kopra petani, harga kopra di Ternate sebelumnya Rp 3.500 menjadi Rp 4.200 sampaiRp 4.300/kilo,” katanya saat melakukan hearing, Senin (26/11).
Tidak puas dengan hasil keputusan itu, massa aksi kemudian terus melakukan aksi protes mereka hingga, malam hari, yang di lanjutkan dilokasi Landmark, kelurahan Muhajirin, Ternate tengah.
Yulia Pihang kordinator aksi Koalisi Perjuangan Rakyat (Kopra) wilayah selatan, saat di temui wartawan, mengungkapkan kekecewaannya kepada pemrov karena telah melanggar hasil hearing pada aksi jilid sebelumnya.
“Aksi ini adalah aksi menagih janji terhadap pemerintah provinsi pada aksi jilid 2, pemrov telah berjanji bahwa pada hari Senin (red hari ini), itu pemrov, telah menaikan harga kopra ,” kata wanita yang eksis menyuarakan kenaikan harga kopra.
Akan tetapi dari hasil hearing pada aksi jilid 3, hasil presentase dari Sekprov bagi massa aksi itu harga kopra Rp 4.000 lebih.
“Informasi yang kami dapat harga Rp 4.000 itu bukan hasil intervensi dari pemerintah untuk menaikan harga, melainkan ini adalah sirkulasi pasar,” kata Yulia.
Jadi aksi bakar lilin yang dilakukan oleh massa aksi adalah bentuk kritikan lanjutan, menunggu Gubernur sampai bisa datang untuk bertemu dengan Kopra Malut, “Jadi tong tetap menunggu,” tegasnya.
“Kami menargetkan pemerintah harus menaikan harga sebesar Rp 10.000, karena masyarakat yang beragama Kristen akan menghadapi Natal, kalau saja pemerintah tidak memenuhi tuntutan ini, maka akan ada konsolidasi massa yang lebih besar lagi.
“Akan ada konsolidasi gabungan masyarakat dan mahasiswa menuju Aksi Akbar di Kantor Gubernur Malut,” pungkasnya. (HT)