MOROTAI – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pulau Morotai menegaskan bahwa, kasus yang terjadi di Desa Juanga Kecamatan Morotai Selatan (Morsel) tidak memenuhi unsur untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Jadi di desa Juanga itu tidak masuk dalam unsur PSU, tetapi hanya menduga, karena kita Bawaslu kan harus mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan masalah ini kami sudah lakukan investigasi di lapangan. Kemudian dari hasil itu baru kita simpulkan apakah masuk dalam unsur pidana pemilu atau tidak. Kalau tidak ya, kita tidak bisa paksakan untuk dilakukan PSU, kita harus normatifkan dalam hal melaksanakan penyelidikan, karena selain di desa Juanga ada juga di Desa Cio Gerong Kecamatan Morselbar, tapi tidak memenuhi syarat,” tegas Ketua Bawaslu Morotai Lukman Wangko, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (23/4).
Lanjut dia, ”Yang sudah jelas masuk dalam unsur PSU itu hanya TPS 01 desa Ngele-ngele Kecil Kecamatan Morselbar, karena dari Bawaslu Kabupaten telah mengeluarkan rekomendasi ke KPU Morotai untuk dilakukan PSU di desa tersebut. Rekomendasi PSU dari Panwascam Morselbar pada Selasa tanggal 23 April sudah selesai. Untuk hal teknisnya (Waktu PSU, red) nanti dikonfirmasikan saja ke KPU karena itu kewenangan mereka,” ucap Lukman.
Dijelaskan Lukman, ”Masalah pelanggaran Pemilu yang terjadi di TPS 01 desa Ngele-ngele itu disebabkan karena ada tiga orang pemilih yang menggunakan formulir A5 dan diberikan lima surat suara oleh petugas KPPS. Padahal, seharusnya ketiga orang tersebut hanya bisa diberi empat surat suara, dan kasus ini tentunya melanggar Undang-undang PKPU nomor 9 tahun 2019.
Pasalnya, ketiga orang ini punya hak pilihnya di Dapil 1 wilayah Kecamatan Morsel, tetapi mereka memilih di Dapil 2 Kecamatan Morselbar dengan menggunakan formulir A5, dan formulir A5 ini adalah pindah memilih bukan pindah domisili. Jadi KPPS juga salah menerjemahkan soal apa yang dimaksud dengan A5. Dalam pemahaman KPPS itu A5 adalah bagian dari pindah domisili bukan pindah memilih makanya diberikan lima surat suara. Seharusnya kan hanya diberikan empat surat suara karena mereka tidak punya hak suara untuk surat suara kabupaten,” terang Lukman
Menurutnya, ”Mungkin saja hal tersebut adalah bagian dari ketidakpahaman KPPS saat mengikuti Bimtek di KPU, Makanya kita juga harus mencari tahu problem dari pemberian lima surat suara itu. Dalam undang-undang persyaratan melakukan pemilihan suara ulang itu tidak melebihi dari 10 hari setelah pemilihan,” kata Lukman.
Ditegaskan Lukman, ”Keputusan pihaknya untuk mengeluarkan rekomendasi juga berdasarkan hasil kajian yang mendalam, dan temuan itu kita ambil dari pengawas PPS dan PPL, kemudian kita lakukan klarifikasi, dan hasil kajiannya sudah selesai jadi kita simpulkan harus laksanakan PSU, karena syarat PKPU nomor 9 tahun 2019 itu salah satu sarat melaksanan PSU itu pemilih mencoblos melebihi dari satu kali. Sedangkan di TPS Ngele-ngele mencoblos tiga kali dengan tiga pemilih itu artinya sudah memenuhi syarat untuk dilaksanakan PSU. Akan tetapi, walaupun proses PSU itu jalan tapi tidak menggugurkan pidana pemilu,” tegas Lukman.
Sementara KPUD Pulau Morotai Saima Nuang, ketika dikomfirmasi mengatakan, “Rekomendasi PSU telah diterima oleh Bawaslu soal pelanggaran tersebut, dan kami menetapkan jadwal pelaksanaan PSU pada 27 April mendatang. PSU yang akan dilaksanakan itu yakni hanya surat suara DPR kabupaten kota, tetapi untuk saat ini kami masih menunggu logistik PSU yang rencananya tiba dari Ternate pada Kamis besok, dan setelah itu baru dilaksanakan,” ungkap Saima.
Dia menambahkan, ”Dari 88 desa yang tersebar dalam lima Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai ini, baru terdapat satu TPS di desa Ngele-ngele Kecil yang rekomendasinya di keluarkan oleh penyelenggara Pemilu,” tandas Saima. (Ical)