Beranda Maluku Utara Pemilukada Maluku Utara Antara Harapan dan Kenyataan

Pemilukada Maluku Utara Antara Harapan dan Kenyataan

1208
0

Oleh : Suhardi Kasim Dosen Universitas Khairun

Setelah memasuki masa reformasi, daerah diberikan kebebasan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagai bagian dari otonomi daerah yang
dilaksanakan di Indonesia yang berdasarkan asas desentralisasi. Hal ini menuntut
daerah untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung yang merupakan
perwujudan dari kedaulatan rakyat.

Dengan adanya pemilukada secara langsung ini diharapkan kepala daerah yang dipilih dapat memberikan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat Maluku Utara.
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan produk dibukanya
jalan reformasi yakni dengan dibuatnya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah serta diperkuat lagi melalui Undang-Undang No 12 Tahun 2008
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah yang memberikan kesempatan bagi pasangan calon melalui
perseorangan.

Pemilukada yang dilaksanakan merupakan tujuan untuk memenuhi tuntutan masyarakat memilih pemimpin daerahnya secara langsung dengan semangat demokrasi, namun semangat demokrasi melalui pemilukada, sering disalah gunakan
oleh kaum elit dalam mengejar kekuasaan hanya untuk kepentingan pribadi maupun
golongan, sehingga sering menciptakan konflik di tengah masyarakat.

Pemilukada Provinsi Maluku Utara akan dijadwalkan Tahun 2018. Para
pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan maju dalam pemilukada
tersebut berusaha merebut simpati masyarakat dengan berbagai propaganda dan jargon- jargon menarik tentang perubahan dan kemajuan Maluku Utara kedepan.

Di sisi lain, Pemilukada tahun 2018 merupakan salah satu even penting bagi masyarakat Maluku Utara dalam upaya melukis wajah Maluku Utara lima tahun ke depan yang akan menghasilkan pemimpin daerah sebagai mobilisator harapan masyarakat menuju tujuan
bersama.

Maka muncul pertanyaan mendasar bahwa seperti apa dan bagaimana harapan
masyarakat Maluku Utara terhadap sosok pemimpin daerah yang mereka idamkan? atau
adakah sosok calon gubernur dan wakil gubernur yang akan berkompetisi tersebut
dianggap mampu memimpin Maluku Utara ke depan?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tentu saja masyarakat Maluku Utara memiliki indikator tersendiri dalam menilai para calon pemimpin idaman mereka, indikator yang dimaksud bisa dijadikan oleh masyarakat Maluku Utara untuk menilai layak tidaknya seseorang untuk dipilih menjadi kepala daerah.

Pertama, progres keberhasilan pembangunan Maluku Utara, khususnya yang berkaitan dengan bidang: ekonomi/pendapatan perkapita serta ketersediaan lapangan kerja; bidang pendidikan baik dari sisi ketersediaan kelembagaan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi serta sinergis dengan kemampuan masyarakat untuk menikmati setiap jenjang pendidikan.
kondisi kesehatan baik yang berkaitan dengan ketersediaan institusi pelayanan kesehatan dan sinergitas serta kemampuan masyarakat untuk menikmati pelayanan kesehatan yang ada; realitas dan kondisi kehidupan keagamaan yang harmonis baik
secara internal maupun antar umat beragama.

Kedua, kesesuaian realitas diri calon dengan syarat-syarat yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan, seperti UU NO. 32 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya.
Jika melihat riwayat sejarah tentang kesadaran politik masyarakat saat ini, kita
akan sedikit mengalami kesulitan dalam mengukur ekspektasi masyarakat secara
objektif, namun paling tidak kita dapat menakar kemauan dan keinginan masyarakat
berdasarkan kriteria-kriteria normatif yang secara umum berlaku juga bagi masyarakat
di berbagai daerah lainnya.

Kemudian dalam konteks personal, kriteria pemimpin yang diidamkan seringkali menjadi kabur dan sangat subjektif karena dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu untuk mengunggulkan kandidatnya yang akan bertarung pada pemilihan kepala daerah nantinya. Akan tetapi, poin pentingnya adalah pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih kedepan hendaknya merupakan sosok pemimpin yang mampu membawa Maluku Utara tumbuh dan berkembang sesuai dengan dinamika kemajuan nasional bahkan internasional. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan seorang kandidat yang memiliki visi dan misi cerdas serta memiliki
komitmen yang kuat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Maluku Utara
dalam memahami berbagai persoalan yang akan menjadi prioritas utama dalam
penyelesaiannya, serta memiliki komitmen yang kuat dalam melanjutkan dan
meningkatkan pembangunan yang belum, sedang dan telah berjalan demi kemajuan
Maluku Utara dimasa depan.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memulai dan menjalani proses pemilihan hingga menuai kemenangan dengan cara yang jujur tanpa embel-embel money politic (politik uang) apalagi black campaign(kampanye hitam) yang senantiasa bermuatan menjatuhkan lawan politik.
Namun seiring dengan berjalanannya waktu, pelaksanaan pemilukada di daerah
tidak berlangsung mulus dan selalu ada masalah yang menyertainya.

Berbagai masalah dalam pelaksanaan pemilukada yang selalu minimbulkan kontroversi ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan di lapangan. Setiap pelaksanaan pemilukada pasti selalu
menimbulkan potensi masalah yang harus diantisipasi. Harapan masyarakat Maluku
Utara tentunya sangat besar bahwa proses demokrasi yang berjalan akan sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri, yaitu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Akan tetapi hal ini seringkali tidak dapat dimaknai dan diimplementasikan dengan baik
oleh para political palyer, sehingga seringkali cenderung merugikan rakyat sebagai pemilih. Logikanya adalah bahwa pemilih dalam menentukan pilihannya secara rasional semestinya memperhitungkan seluruh konsekuensi dari pilihannya bagi masa depan
masyarakat Maluku Utara lima tahun ke depan, bukan sebaliknya dalam penggunaan
hak pilihnya selalu dengan material tendention yang dapat menyebabkan peluang
ketidakjujuran berkembang subur ditengah-tengah masyarakat pemilih.

Dalam hal ini, rakyat memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya, sebab sejarah Pemilu mulai dari kepala daerah hingga presiden, sampai hari ini masih saja sarat dengan kasus-kasus penyimpangan politik, dari money politic melalui istilah serangan fajar sampai dengan cara-cara ancaman yang dilakukan oleh individu maupun kelompok eksternal yang merasa superior dengan justifikasi mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Tindakan-tindakan seperti itu sesungguhnya telah mencederai makna demokrasi
yang sebenarnya, padahal seharusnya seseorang maupun kelompok superior (para
tokoh-tokoh masyarakat) bersikap netral dengan sikap bijaksana memberikan
pencerdasan dan pencerahan kepada anggota masyarakat untuk memilih sesuai dengan
hati dan nurani mereka tanpa intimidasi dan marjinalisasi serta berusaha menutup
kebocoran kran demokrasi, sehingga Pilkada tahun 2018 ini dapat berjalan secara jujur,
adil, dan lancar sehingga memberikan hasil sesuai dengan harapan bersama.

Saat seorang kandidat gubernur dan wakil gubernur berada pada posisi number
one, maka aura kemenangan mereka akan diwarnai dengan dukungan dan support
rakyat serta ridho Ilahi, sehingga tujuan dan cita-cita bersama dalam program-program
yang disamapaikan ketika berkampanye akan bisa terwujud dengan maksimal. Dasar
pengusungan dan proses kemenangan bagi para pemimpin, baik negara maupun daerah-
daerah sangatlah penting diketahui dan diperhatikan, sebab dari hal tersebut kita bisa
menilai kepentingan dan tendensi politis mereka dalam usaha dan upaya memajukan
dan mensejahterakan rakyat.