Beranda Halmahera Timur PT. Map Surveillances Haltim Tutup, Bagaimana Nasib Karyawan?

PT. Map Surveillances Haltim Tutup, Bagaimana Nasib Karyawan?

2398
0

MABA – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahan terhadap tenaga kerja kembali terjadi, kali ini terjadi pada PT. Map Surveillances yang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada 100 karyawannya.

PT. Map Surveillances yang beralamat  di Pulau Pakal Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, yang mulai beroperasi sejak tahun 2011 hingga tahun 2017 ini telah ditutup.

Dengan penutupan perusahaan di Pulau Pakal Halmahera Timur ini mengakibatkan pada PHK kepada seluruh karyawan. Adanya PHK ini menimbulkan polemik antara perusahaan dan karyawan, diduga pihak perusahaan memberikan upah pesangon kepada karyawan tidak sesuai dengan  Pasal 161 Ayat (1 dan 2) UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Hal ini kemudian dilakukan mediasi atau perundingan tripartit antara perusahaan, karyawan yang didampingi pengacara/kuasa hukum LBH Trus,  Yanto Yunus,  beserta mediator dari Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Haltim.

“Atas mediasi tersebut perusahaan tetap pada ketentuan melakukan PHK kepada karyawan berdasarkan Pasal 161 Ayat (3) UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan, tidak tepat harusnya menggunakan pasal 161 ayat 1 dan 2,” kata Yanto Yunus kepada wartawan media ini, Selasa (21/11/2017).

Yanto menyebutkan, atas asumsi perusahaan dalam menafsirkan Pasal 161 Ayat (3) untuk dijadikan dasar melakukan PHK kepada karyawan adalah tindakan sesat dan menyesatkan.

“Asumsi yang keliru oleh perusahaan dalam pemahaman terhadap makna pasal yang tidak sempurna bisa mengakibatkan buruh/karyawan mengalami kerugian.

“Sebab, sebelum berbicara Pasal 161 Ayat (3), perlu buka Pasal 161 Ayat (1) dan Ayat (2),” ujarnya.

Menurutnya, yang menentukan bahwa perusahaan dapat melakukan PHK kepada karyawan jika karyawan melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, dan diberikan teguran Pertama, Kedua, dan Ketiga, berlanjut pada Ayat (2), teguran sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), harus masing-masing enam bulan lamanya, namun fakta hukum, karyawan tidak pernah melakukan pelanggaran atau kejahatan di perusahaan, dan tidak pula mendapat surat teguran oleh perusahaan, tapi kenapa perusahaan memberikan Pasal 161 Ayat (3) sebagai dasar PHK Karyawan yang tidak bersalah.

“Jadi jika dikaitkan dengan peristiwa antara perusahaan dan klien kami para buruh/tenaga kerja/karyawan yang di PHK maka kasusnya adalah perusahaan tutup dan pindah di daerah lain, maka perusahaan harus membayar uang pesangon dua kali lipat sesuai ketentuan normatif Pasal 164 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,” jelasnya.

Menurutnya, bayar dua kali ketentuan uang lesangon sebagaimana diatur dalam Pasal 156 Ayat 2, satu kali ketentuan Uang Penghargaan masa kerja 156 Ayat (3), dan Uang Penggantian Hak 156 Ayat (4). “Hal tersebut yang wajib dijadikan acuan oleh perusahaan, bukan dengan menerapkan Pasal 161 ayat (3) yang hanya satu kali ketentuan uang pesangon,” ungkapnya.

“Kami percaya Dinas ketenagakerjaan Halmahera Timur bisa berlaku adil untuk menetapkan upah sesuai UU. Jika penetapan Upah tidak sesuai maka dapat diduga ada permainan antara Disnaker dengan lerusahaan, dan sudah pasti kami akan bawa ke Pengadilan Hubungan Idustrial di Pengadilan Negeri Ternate,” tegasnya. (RR/HI)