TERNATE – Menyikapi polemik warga enam Desa versi Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) yang menuntut hak pilih mereka, untuk melakukan pencoblosan ulang, paska telah berakhirnya hari pencoblosan pada tanggal (27/6/2018) pekan lalu, menarik perhatian akademisi Hukum tatanegara Dr. King Faisal SH, MH.
Dalam pesan pendek yang dikirimkan ke GamalamaNews.com King Faisal menilai tindakan warga Enam Desa yang tidak melakukan pencoblosan pada tanggal 27 Juni masuk dalam kategori Golput, dan hal demikian tidak bisa diakomodir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan PSU.
“Kelalaian warga untuk tidak mencoblos dalam kasus Enam Desa itu masuk dalam kategori Golput, jadi pihak KPU tidak memiliki dasar dan legitimasi yang kuat untuk mengakomodir PSU” ungkap Faisal.
Menurut Faisal bahwa setiap orang memiliki hak konstitusional untuk dihargai, seperti tuntutan warga Enam Desa untuk menyalurkan hak politiknya, namun waktu tidak lagi tepat untuk mengajukan komplain ke KPU.
“Hak konstitusional orang benar harus di hargai, seperti tuntutan warga Enam Desa, namun kan waktunya tidak tepat. Seharusnya protes itu sebelum hari pencoblosan (27/6/2018) bukannya sekarang, karena tahapan sudah berjalan jauh dan sekarang susah menunggu hasil pleno KPU”, jelasnya.
Faisal berharap agar semua elemen bergandeng tangan untuk menjaga kondisi keamanan agar tetap kondusif hingga proses final putusan pleno Propinsi.
Sebelumnya Bawaslu dan KPU Malut , menolak permohonan warga untuk melakukan pencoblosan ulang, Pasalnya, Bawaslu maupun KPU telah mencari solusi dengan mengadakan pertemuan dengan perwakilan masyarakat enam desa versi Halbar yang di dampingi Kapolda dan Danrem.
“ Kami telah mendapatkan informasi bahwa warga versi Halbar mengancam tidak akan menggunakan hak pilih mereka maka dari perspektif itu penting bagi kami untuk mencari solusi agar terakomodir keseluruhan warga ini untuk menggunakan hak pilih, sehingga kami melakukan pertemuan dengan perwakilan masyarakat 6 desa versi Halbar pada tanggal 26/6 sehari sebelum pencoblosan,” ungkap Muksin pada awak media pekan lalu.
Muksin menjelaskan, hasil kesepakatannya warga 6 desa versi Halbar bersedia menggunakan hak pilih asalkan enam warga desa tersebut diambil alih oleh KPU Provinsi, sehingga disepakat dilaksanakannya rapat pleno bersama KPU dan empat tim Paslon.
“ Hasilnya enam desa tetap di selenggarakanoleh KPPS dan PPS yang ada, tetapi hasil pemungutan dan perhitungan langsung di ambil alih oleh KPU Provinsi dan tidak masuk di KPU Halut, sebab mereka tidak mau kalau hasil suara masuk di Halut, itu pemikiran mereka karena ketika suara masuk di Halut maka melegitimasi mereka mengakui bahwa enam desa itu sebagai Halmahera Utara, padahal ini masih sengketa , itu yang saya baca dari pemikiran mereka,” urai Muksin
Hasil pembahasan bersama camat versi Halbar mereka menolak, kalau penyelenggara KPPS maupun PPS penyelenggara itu dari Halmahera Utara, dan warga enam Desa tidak menggunakan hak pilihnya pada tanggal 27 Juni. Dengan begitu, Bawaslu dan KPU tetap ngotot soal kesepakatan awal, sehingga KPU dan Bawaslu tidak bisa melaksanaan permintaan mereka. Akhirnya, warga enam desa tidak menggunakan hak pilihnya pada esok hari tanggal 27 Juni dan memilih Golput,” terangnya. (HH)