MOROTAI – Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Pulau Morotai, Kamis (7/2), bertempat di aula kantor desa Darame menggelar rapat koordinasi (Rakor) bersama panwaslu kecamatan untuk pengawasan tahapan Pemilu dan pembentukan pengawas tempat pemungutan suara (PTPS) pada pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, serta masyarakat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
Ketua Bawaslu Kabupaten Pulau Morotai, Lukman Wangko, saat membuka acara dan mempersilakan kepada Panwascam agar menyampaikan persoalan pembentukan PTPS di setiap desa yang sejauh mungkin ada yang menjadi kendala di desa. “Sehingga kami bisa mengetahui masalah yang di alami teman-teman di setiap kecamatan,” ucapnya.
Ketua Panwascam Mortim, M Ardi Sumtaki mengungkapkan, ”Berdasarkan hasil temuan kami di beberapa desa yang menjadi terawanan di setiap TPS itu, yakni desa Buho-Buho, Hino dan Seseli Jaya, dan ini kami sudah diskusi dengan pihak Bawaslu terkait dengan kerawanan di beberapa desa tersebut. Kalau dalam perekrutan PTPS itu apakah kami bisa mengambil dari desa tetangga (Wewemo) untuk menjadi PTPS di tiga desa itu, bisa atau tidak,” tanya dia.
Lanjutnya, “Begitu juga di desa Lifao, tingkat pendidikan masi sangat minim sekali, karena saat kami lakukan pencarian petugas PPL di waktu Pilgub kemarin itu sangat sulit. Sehingga kami meminta kepada Bawaslu, bisa atau tidak kalau kami mengambil PTPS di desa tetangga”.
Di kesempatan yang sama, salah satu Komisioner Panwascam Morsel, Mulkan Hi Sudin mengatakan, ”Soal perekrutan PTPS yang menjadi persyaratan utama adalah ijazah, itu bagi kami khususnya di Kecamatan Morsel tidak menjadi masalah, karena rata-rata di Morsel itu memiliki ijaza SMA. Tetapi yang kami ingin sampaikan, apakah dalam sesi wawancara itu kami langsung lakukan di tiap-tiap desa yang ada di Morsel atau tidak, karena hal ini harus di dukung dengan anggaran,” cetusnya.
Mendengar keluhan dari Panwascam, Ketua Bawaslu Morotai Lukman Wangko lansung menanggapi hal tersebut. Ia mengatakan, ”Walapun satu desa terdapat hanya satu TPS maka harus dilakukan perekrutan PTPS, kemudian untuk desa-desa yang menjadi kerawanan. Maka tahapan perekrutan PTPS kemudian sampai masuk dalam tambahan waktu pendaftaran, namun tidak ada yang mendaftar, maka kalian bisa lakukan perekrutan di desa tetangga untuk menjadi PTPS di desa tersebut, tetapi harus melalui passing grade di lihat umur mereka minimal 25 tahun,” terangnya.
Sementara, salah satu Kordiv Bawaslu Morotai Murjat Hi Untung mengatakan, ”Kaitan dengan pelaporan saat ini sudah mengunakan sistem online, agar proses pengawasan Pemilu itu berjalan tertib, dan apa yang didapatkan di lapangan maka segera di sampaikan. Karena laporan langsung masuk di Bawaslu RI.
“Pasalnya, hampir setiap hari kami diminta laporan oleh Bawaslu RI. Laporan yang dimasukan secara online itu mengunakan leptop, komputer serta hand phone. Selain laporan masuk ke Bawaslu RI, kalian juga harus masukan laporan ke Bawaslu Kabupaten,” ungkapnya.
“Hal ini dilakukan karena di saat kami rapat bersama Bawaslu RI, mereka meminta agar setiap laporan mulai dari Kecamatan sampai ke Kabupaten itu melalui sistem Online.Jika ada data yang kalian dapat segera laporkan. Begitu juga soal perekapan di setiap TPS berdasarkan segera laporkan berdasarkan Form C1, dan sistem pelaporan ini dilakukan setelah tahapan berjalan,” pintanya.
Diketahui, total jumlah TPS Pileg dan Pemilu 2019 khususnya di Pulau Morotai sebanyak 212 TPS, dengan rincian perkecamatan, yakni Kecamatan Morsel 73 TPS, Kecamatan Mortim 32 TPS, Kecamatan Morut 36 TPS, Kecamatan Morja 29 TPS, dan Kecamatan Morselbar 42 TPS. (Ical)