TERNATE – Tingkat kecurangan pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2019 diprediksi berada pada pihak penyelenggara Pemilu. Hal ini diungkapkan Ketua Badan pengawas pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara (Malut) Muksin Amrin kepada sejumlah awak media saat menggelar konferensi pers usai mengikuti video conference, bersama Kapolri di Mapolda Malut Rabu (20/03).
“Data tingkat kecurangan yang dirilis oleh Kepolisian Republik Indonesia berada pada penyelenggara Pemilu, karena saat ini penyelenggara Pemilu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) lagi mengikuti tahapan seleksi, dan peserta seleksinya sebagian besar diikuti oleh petahana,” ungkap Ketua Bawaslu.
“Tingkat kerawanan yang dimaksud pada penyelenggara ini karena hampir semua anggota petahana KPU mengikuti seleksi, apa bila petahana ini tidak lolos tahapan seleksi maka mereka akan bekerja sesuka hati,” lanjut Muksin Amrin.
Selain itu, pengalaman Pemilu sebelumnya, penyelenggara KPU memiliki berita acara ganda seperti pada KPU Halmahera Timur, KPU Halmahera Selatan, KPU Halmahera Barat, sehingga Mabes Polri menetapkan tingkat kerawanan Pemilu terdapat di penyelenggara Pemilu.
Untuk mengantisipasi kecurangan, Bawaslu Malut telah menyiapkan 3.795 pengawas di setiap TPS yang ada di Provinsi Malut.
Muksin juga mengatakan, selain tingkat kecurangan pada penyelenggara Pemilu, juga terdapat pada penghitungan surat suara di TPS yang TPSnya memiliki kendala penerangan.
Oleh karena itu, Bawaslu berharap kepada Gubernur untuk menyampaikan kepada Bupati Walikota di sepuluh kabupaten kota untuk berkordinasi dengan pihak PLN agar bisa memasang alat penerangan di setiap TPS yang tidak memiliki penerangan lampu.
“Kabupaten Kota di Maluku Utara ini banyak daerah yang belum dimasuki aliran listrik seperti di Gane Barat Selatan, Kepulauan Joronga, dan daerah-daerah lainnya. Kenapa listrik ini sangat penting karena sesuai dengan simulasi kami pemungutan dan penghitungan suara akan berakhir pada jam 11 malam, sehingga harus butuh penerangan,” tanda Muksin. (HI)