TERNATE – Gubernur Maluku Utara, KH.Abdul Gani Kasuba, menghadiri sekaligus menyaksikan pelantikan Pengurus Wiulayah Nahdatul Ulama Provinsi Maluku Utara, Masa khidmat 2022-2027 oleh ketua umum pengurus besar nahdatul ulama (PBNU) KH.Yahya Cholil Staquf, bertempa di Gamalama ballroom sahid, Minggu (25/6/23).
Dalam pelantikan tersebut dihadir, Sekretaris Jendral PBNU Saifullah Yusaf, Wakil Ketua Umum PBNU, Forkopimda Malut, Walikota Ternate, Sekda Malut, pengurus NU Maluku Utara, para pengurus NU Kabupaten/Kota serta undangan lainnya.
Di hadapan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Gubernur AGK dalam sambutanya menyampaikan bahwa dalam kepedulian terhadap dunia pendidikan untuk membangun sumber daya manusia di tingkat perguruan tinggi, maka di tahun 2015 Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah menganggarkan 100 Miliar setiap tahun kepada seluruh perguruan tinggi yang ada di Maluku Utara.
“Sebuh negeri dikatakan baik dan maju apa bila didukung dengan SDM yang berkulaitas,” ucap Gubernur.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Malut, juga menyinggung soal Ibu Kota Sofifi di hadapan Ketua Pengurus Besar Nahdatu Ulama, KH.Yahya Cholil.
AGK katakan, semenjak dimekarkan hingga saat ini provinsi Maluku Utara Ibu Kota Sofifi masih menumpang di wilayah Kota Tidore Kepulauan.
“Pak Kiai, ibu Kota Provinsi Sofifi itu kita masih numpang di Kota Tidore, tetapi mudah-mudahan sebelum selesai akhir masa jabatan Sofifi sudah menjadi sebuh ibu kota defenitif,” ungkap Gubernur.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU berharap kepada Ketua dan para pengurus Wilayah Nahadatu Ulama Maluku Utara yang telah dilantik untuk dapat mewujudkan suatu kinerja organisasi yang mampu menyumbangkan arah strategis kepada masyarakat menuju masa depan yang lebih baik.
“Para pengurus harus konsolidasikan sedemikian rupa agar mampu bekerja secara padu untuk menjalankan akidah strategis yang tertata dengan rapi,” harap KH. Yahya.
Dirinya menyampaikan, Nasionalis indonesia adalah rasa kebangsaan Indonesia ini berakar pada islam, warga NU menjadi nasionalis karena warga NU religius, menjadi nasionalis karena warga NU adalah Islam, sehingga jangan dipisah-pisahkan antara kebangsaan dan keimanan, sebab mencintai tanah air adalah sebahgian dari iman.
“Apa bila engkau religius sudah pasti engkau nasionalis dan sebaliknya engka mengakui religius tapi tidak mencintai tanah air berarti engkau salah dalam memahami agama,” jelas Yahaya Cholil Staquf.
“Harus dipahami dengan sungguh-sungguh sampai dititik mana bangsa ini telah berjalan, dan apa tantangan-tantangan yang menjelang sehingga kita bisa mengatasi tantangan-tantangan itu, dalam perjuangan bangsa ini nahdatul ulama tidak akan tinggal diam, nahdatul ulama akan selalu siap mengarahkan semua kekuatan untuk menyumbangkan sesuatu yang berarti dan bermanfaat untuk membangun bangsa dan negara ini,” pungkasnya. (Adpim/ZM)