SUARA SARUMA – Hutan Karet yang terletak di Desa Tomori Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Awalnya merupakan lokasi perkebunan kopi terbaik dunia.
Dulunya lokasi ini merupakan hutan belantara yang berada dalam penguasaan Kesultanan Batjan, dan kemudian pada tanggal 27 April 1881 terjadilah perjanjian kerja antara Perusahaan Hindia Belanda dengan Kesultanan Batjan yaitu perjanjian yang tertuang dalam penandatangan kontrak antara Sri Sultan Bacan ke 18 Joou Kolano Oesman Shadik yang diwakili oleh Ompu Abdul Gani Bakari Ang selaku Petinggi Kesultanan Batjan, yang menjabat sebagai Datuk Alolong (Perdana Menteri Kerajaan Batjan) dengan M.R.E.F.E Lout Van Guten Would, PP.M Biebrt on Hope Louds untuk membuka pelabuhan Batjan Archipelago Mascapai (BAM) yang hasil kopinya hanya di ekspor melalui negara Belanda.
Kerjasama ini dilakukan selama 75 tahun dengan tujuan menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Kesultanan Batjan saat itu.
Hamparan pepohonan kopi yang cukup luas ini terbentang di atas dataran tinggi sehingga pada musim hujan terjadi banjir dan erosi yang bermuara ke dataran rendah seperti Desa Labuha dan Amasing (Kawasan Ibukota Kesultanan Batjan).
Untuk mengantisipasi bencana tersebut Perusahaan asal Hindia Belanda ini menanami pohon karet sebagai pelindung serta penyangga erosi pada saat banjir.
Pohon Karet dalam Hutan kota ini bukanlah tanaman komoditi ekspor tetapi merupakan cagar budaya yang wajib dilindungi Undang-Undang dan dilestarikan.
Banyaknya pohon karet yang ditanami menjadikan cagar budaya tersebut sebagai tempat tinggal monyet Bacan (Macaca Nigra), yang bagi masyarakat Bacan monyet ini disebut Yakis Bacan.
Yakis Bacan merupakan salah satu ikon Halmahera Selatan karena memiliki keunikan tersendiri seperti: tidak memiliki ekor, memiliki pantat merah dan dulunya Yakis Bacan banyak dijumpai di Hutan Karet.
Saat ini, cagar budaya hutan karet telah dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah Daerah dibawa kepemimpinan Bupati Halmahera Selatan Bahrain Kasuba dan Wakil Bupati Iswan Hasjim, tepatnya pada tahun 2017 pemerintah membangun salah satu tempat wisata yang diberi nama Taman Budaya Saruma.
Taman Budaya Saruma dilengkapi dengan rumah adat yang melambangkan kurang lebih 20 rumpun etnis yang menetap di Kabupaten Halmahera Selatan.
Selain menunjukan beragam budaya yang mendiami Halsel, Taman Budaya juga sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena saat ini telah dikelola secara profesional oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Konservasi Taman Budaya Saruma.
Rumah adat tersebut juga bisa digunakan oleh para wisatawan untuk menginap dengan tarif yang telah ditentukan, selain itu wisatawan juga dapat memperoleh berbagai informasi tentang sejarah dari berbagai macam etnis yang mendiami Halmahera Selatan.
Dengan adanya taman budaya para wisatawan lokal maupun nasional dengan mudah dapat berkunjung ke tempat tersebut karena berada di tengah-tengah lokasi perkantoran yang mudah diakses.
Para wisatawan juga bisa berinteraksi langsung dengan Yakis (Monyet) Bacan yang masih mendiami Taman Budaya Saruma. (Humas)