TERNATE – Kordinator perempuan Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (Gamhas-MU), angkat bicara soal kelemahan perempuan Maluku Utara dalam berpolitik. Pasalnya, Pilkada kali ini, sontak tidak terlihat wajah-wajah perempuan yang mencalonkan diri sebagai gubernur Malut.
Saat diwawncarai wartawan Senin, (12/02/2018), Fajria menuturkan sebenarnya, UUD No. 8 Tahun 2012 telah jelas mengatur soal keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% terlibat dalam politik.
“Saat ini, perempuan masih kurang dalam memimpin, kalau terjun dalam politk partai sah-sah saja, tetapi sampai ini, belum ada perempuan yang berhasil mendapat kursi sebagai gubernur Malut,” tuturnya.
“Partisipasi perempuan terhadap pilkada adalah bentuk upaya meningkatan peran dalam menambah kualitas perempuan sehingga dibutuhkan peran aktif dari berbagai komponen masyarakat, dan tentu tidak kalah pentingnya juga peran dari penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu untuk memberikan informasi dan sosialisasi mengenai hak dan peran perempuan,” ujarnya.
Fajria, menambahkan perempuan harus peka dan perduli terkait masalah berpolitk, sehingga dalam pemilu ada banyak pengetahuan yang kita tahu yang dapat memberikan pemahaman bagi para perempuan untuk mendorong dan memberikan semangat agar lebih aktif lagi dalam politik. Atas dasar itu maka peluang bagi perempuan untuk terjun dalam ke dunia politik semakin terbuka.
Harapannya, kedepan perempuan harus memiliki eksistensi dalam dunia politk, agar mampu mempertaruhkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur, sehingga keberadaan perempuan diakui dimata masyarakat Malut. (Ty)