Beranda Maluku Utara Anggaran Pengelolaan Kedaton Tidore Diminta untuk Direvisi

Anggaran Pengelolaan Kedaton Tidore Diminta untuk Direvisi

1012
0
Pintu gerbang masuk ke dalam Kadaton Kesultanan Tidore.

TIDORE KEPULAUAN – Sekretaris Bobato Kesultanan Tidore Muhammad Sofyan Do Bagus mempertanyakan terkait anggaran pengelolaan Kedaton dari Pemerintah Kota Tidore Kepulauan sebesar 1 miliar di UPT yang melekat pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar).

Hal itu dipertanyakan Sofyan Do Bagus, lantaran anggaran pengelolaan kedaton tersebut dinilai tidak cukup karena ditambahkan dua item kegiatan, yakni Museum dan Open Space.

“Saya itu jauh sebelumnya sudah pikirkan bahwa proses pengelolaan kedaton itu ada perhatian khusus pemerintah. Ternyata muncul ada Perda, Perda nomor 7 tahun 2017,” katanya, Selasa (12/11).

“Perda itu yang kami terima dan kami bacakan, isi dari Perda itu di pasal 24 bahwa pembentukan UPTD yang ada itu untuk mengelola Kadaton. Tapi dalam perda itu dimunculkan Perwali dibikin lagi peraturan wali kota. Diakomodir tiga komponen yaitu Museum, Open Space, dan Kedaton dengan nilai anggarannya 1 M Itu tanpa sepengatahuan kami dari Bobato,” ungkapnya.

Dijelaskan, Isi dari perda itu yang dipahami DPRD, saat pihaknya bertandang ke DPRD beberapa waktu lalu adalah bahwa 1 miliar diperuntukan untuk pengelolaan kedaton dan kenapa dimunculkan dua item tersebut.

“Kalau dua item itu dimunculkan dengan pengelolaan 1 M, pasti tidak mampu kan,” tutur Sofyan sembari mengatakan bahwa pengelolaan anggaran 1 miliar tersebut ternyata tidak melekat ke UPT tetapi melekat ke bendahara pariwisata.

“Jadi kalau aktifitas kedaton itu dia berjalan setiap hari, kita harus menunggu lagi pencairan, sementara tamu bertubi-tubi,” terangnya.

Olehnya itu, pihaknya menemui DPRD Kota Tidore Kepulauan mempertanyakan terkait anggaran 1 miliar yang diperuntukan terhadap tiga komponen tersebut. Sehingga bisa kiranya direvisi.

“Maka kami tanyakan ke pihak legislatif agar buka kembali lembaran Perdanya supaya kalau bisa direvisi. Tapi pihak DPRD kaget karena setahu mereka 1 miliar itu diperuntukan untuk pengelolaan kedaton. Kenapa dimunculkan lagi open space dengan museum,” pungkasnya.

Untuk itu, dirinya meminta jikalau pemerintah menganggap bahwa mitra kerja dan ada kewajiban untuk mengelola Kesultanan maka harus transparan.

Ia juga meminta agar DPRD dapat meninjau kembali persoalan tersebut. Dan kalau tidak bisa maka berikan saja otonomi pengelolaan keuangan. “Supaya nanti kami bikin laporan pertanggung jawaban agar transparan, supaya dia bisa sinkron sehinga tidak saling mencurigakan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan Yakub Husain, menjelaskan bahwa anggaran tersebut bukan lagi dana hibah. Sehingga pengelolaannya dibawah UPT yang melekat di Disbudpar. Hal ini tentu pada setiap pencairannya dibatasi per triwulan. Sementara anggaran yang dibutuhkan di kedaton tidak boleh dibatasi lantaran tamu yang setiap hari, setiap minggu, bahkan dalam setiap bulan itu fluktuatif. Apa yang diinginkan pihak kesultanan agar dalam proses pencairan anggaran harus cepat untuk bisa menunjang kebutuhan pelaksanannya, namun yang menjadi kendala adalah pencairan.

“Jadi masalahnya hanya disini saja. Karena ada batasan pencairan anggaran di kami, triwulan pertama harus berapa, triwulan kedua harus berapa, dan seterusnya. Sementara setelah pencairan itu harus membiayai sebagian kegiatan yang ada di kami, dan sisanya sekian persen milik kesultanan dari sekian presentasi itu,” ujar Yakub kepada Gamalamanews.com di ruang kerjanya, Rabu (13/11) kemarin.

Dirinya telah menduga akan ada masalah untuk tahun ini, lantaran pada tahun kemarin anggaran tersebut melalui hibah, sehingga dikelola langsung oleh kedaton. “Anggaran tersebut tidak lagi hibah, jadi harus melekat ke Disbudpar. Sehingga setiap kegiatan agak kesulitan untuk mendapatkan anggaran tersebut,” akunya.

Lanjutnya, pengelolaan anggaran yang diatur dalam Perda terkait pembentukan UPTD, mengacu pada Perwali. Dimana pembentukan satu UPTD itu untuk kesultanan saja tidak cukup, sehingga ditambahkan dengan Open Space dan Museum. Namun pembiayaan 1 miliar itu hanya untuk kesultanan, tidak untuk Museum maupun Open Space.

“Jadi masalahnya hanya disitu, sehingga ini ke depan harus dicarikan skema agar diserahkan ke UPTD sepenuhnya,” tuturnya. (SS)