Gamalamanews.com-TERNATE, Universitas Khairun Ternate, bekerja sama dengan USAID meluncurkan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) dan Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di sepuluh Kabupaten/Kota.
Program ini bertujuan mencegah Aparatur Sipil Negara dari praktek grafitasi dan terciptanya pemerintahan yang transparan.
Salah satu penanggung jawab UPG, Syawal Abdullajid, menuturkan, program ini difasilitasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), “sebelum kami luncurkan UPG ini, telah dilakukan pertemuan stakehoulder pada 11 April lalu, kemudian ada assessment, diskusi publik, jadi ada tahapan pendampingan, yakni persiapan draf peraturan gubernur dan peraturan bupati dan walikota tentang UPG di masing-masing daerah, baru diluncurkan program ini,” ujarnya.
Dalam peraturan KPK, lanjut Dia, tentang pendoman dan pembentukan dan penetapan status gratifikasi, parameter atau kategori seperti pemberian uang kepada pejabat diatas Rp 200 ribu atau pemberian dalam bentuk barang dengan maksud untuk mengakomodir kepentingan tertentu, maka masuk kategori gratifikasi, sebagai UPG berada di bawah inspektorat di masing-masing kabupaten/Kota yang kerjanya hanya menerima laporan dari penerima pemberian.
“Jadi UPG setiap saat menerima laporan dari penerima, mendokumentasi dan meregistrasi apa yang diberikan. Setelah itu UPG akan serahkan di KPK untuk memverifikasi apakah pemberian itu masuk kategori gratifkasi atau tidak. Jadi UPG sifatnya hanya transit”, jelasnya.
Dirinya juga beranggapan, bahwa gratifkasi bagian dari korupsi atau ketegori suap, hanya saja pelaku gratifikasi tidak langsung ditindak,
sebab semuanya itu berdasarkan laporan dari pemerima, kemudian dilihat apakah masuk kategori gratifikasi atau tidak, jika masuk maka yang penerima diberi waktu 30 hari untuk mengembalikan barang atau uang pemberian, namun jika tidak dikembalikan maka dikategorikan tindakan menyuap karena itu akan ditindak secara hukum.
“Hal ini hampir mirip dengan saber pungli, hanya saja gratifikasi ini khusus pada penyelenggara negara, dan sulit ditemukan, kecuali kesadaran dari penerima sendiri untuk melaporkan di UPG”, terangnya.
Sementara untuk di Maluku Utara sendiri, baru enam UPG yang dibentuk yakni di Inspektorat Provinsi Malut, Tidore Kepulauan, Ternate, Halmahera Barat, Halmahera Utara dan Kepulauan Sula, dan untuk Provinsi sendiri sudah ada peraturan gubernurnya, sekaligus nomor suratnya dan sudah ditandatangani oleh Gubernur.
“Jadi sudah enam pemerintah daerah yang kami inisiasi untuk dibentuk UPG, dan hal Ini berlaku setelah penetapan peraturan Gubernur, paraturan Walikota dan peraturan Bupati.” tutupnya. (Rob)