Beranda Ruang Kita Bukan Ferdinan Atau Juan Sebastian De Elcano

Bukan Ferdinan Atau Juan Sebastian De Elcano

935
0
Ilustrasi (Foto:Pixabay)

Demi asap laut yang kulihat dari bukit Kalaodi.
Nama “Henry De Moluca” telah kukristalkan dalam rindu.
Bukan Ferdinan Magellan, Juan Sebastian De Elcano.
Atau “Antonio Pigaffeta” sang juru tulis ekspedisi laut arah barat titisan Spanyol.
Di bawah rimbun pohon cengkeh dan pala
Rindu yang asalnya membara berubah karam.

Saat tahu “Henry De Moluca” telah pulang untuk selamanya.
Bekas pelayaran hebat itu tinggalkan arus ombak di selat Maitara.
Henry itu kompas sejati, membawa pelaut Spanyol berkeliling bumi mencari
cengkeh dan pala.

Ia hanya memutar ombak, agar searah tepat matahari terbit.
Hidungnya bisa merebus rempah, sampai mendidih, lalu tergambar Pulau Tidore
Dulu, masa angin selatan bertiup pulang ke peraduan Halhamera.
Ferdinan marah karena hilang rasa percaya raja Portugis, bahkan dituduh penghianat.

Tapi tiba 20 September 1519, Ferdinan angkat sumpah berlayar satu kapal dengan  Henry.
Setelah paus di Vatikan bikin janji Thordessilas, karena Muhammad Al Fatih bikin
embargo jalur rempah konstantinopel.
Saat itu, lima kapal Spanyol mengangkut 270 awak dikirim berlayar ke arah barat
melintasi Samudra Atlantik.
Tapi tiba hari buruk di bulan april, satu kapal rusak di selat Argentina digulung badai
besar.

Empat kapal melaju membelah ombak, seribu nyali, seribu nyawa, bajak laut
pantang kalah.
Tapi sial, sekali hari buruk dikutuk gelombang.
Bangsa Filiphina angkat tombak, dua kapal rusak.

Datuk “Lapu-Lapu” bilang “Ferdinan Magellan” sudah mati.
Saat itu, gumpalan mendung memanggil kabut selimuti Tagafura
Dan Henry masih bersipacu nasib.
Sore itu 8 November 1521, armada Victoria dan Tridad berlabuh di tanjung “Mafu Gogo”.

Henry mengais senyum, begitu juga Juan dan Antonio.
Sultan Al Mansur bilang,
Selamat Datang Pelaut Tangguh.
Saat itu dunia mencatat, pengeliling bumi pertama itu dari Indonesia.
Kini senja telah pulang, suara adzan ikut pulang.

Nama Henry De Moluca masih ku ingat sebagai keringat, air mata, dan perjuangan.
Begitulah akhirnya rindu melompat di awal malam penuh kabut Kalaodi.

Kalaodi, 24 oktober 2017
Nasarudin Amin