Oleh: Usman Sodikin MH
Ketua Umum PPPKI (Penerus Perjuangan Perintis Kemerdekaan Indonesia)
LEDAKAN semalam di Kampung Melayu Jakarta Timur adalah bentuk sms atau konfirmasi kepada orang-orang yang selalu merasa bisa serta mampu dan suci tanpa dosa. Orang-orang yang merasa baik dari orang-orang lain di republik ini serta bentuk protes terhadap toleransi yg mereka anggap berlebihan dan kebablasan.
Ledakan bom atau bentuk teror seperti ini selalu di konspirasikan sebagai perbuatan orang-orang yang dikategorikan ekstrim kanan atau islam garis kanan.
Ini memang sangat membahayakan, tetapi orang lupa bahwa orang-orang yang berada di garis ekstrim kiri sama berbahayanya dan jauh lebih masif, terstruktur dan berefek domino.
Berarti yang sedang bertarung adalah antara orang emosional berhadapan dengan orang ngotot,
lalu sekarang muncul kelompok ketiga yakni kelompok yg merasa lebih baik dari dua kelompok sebelumnya.
Kelompok inilah yang merasa malaikat, suci dan seolah tidak punya dosa, tapi kelakuan mereka yang sebenarnya kurang lebih sama.
Tapi kelompok yang ketiga ini lebih berbahaya dikarenakan motifnya yang memanfaatkan situasi ekstrim yg sedang terjadi antara ketegangan kelompok kanan dengan kelompok kiri. Dengan seolah olah mereka secara moral lebih baik dari kelompok yang sementara bersitegang,
bahkan mereka tak henti-hentinya memanipulasi keadaan bahwa mereka lebih baik, lebih bersih, lebih berbudaya, lebih beragama yg rahmatan lil alamin. Padahal kedua kelompok ini yg kanan dan yg kiri juga tahu bahwa kelompok ketiga ini sama kelakuannya.
Jadi bom semalam adalah arus balik dari poltik bunyi-bunyian yang selama ini selalu dan tak henti-hentinya di manipulasi oleh kelompok sosial masyarakat yang merasa baik dari masyarakat lainnya.
Hentikanlah cara cara lama yang selalu berkomentar, selalu memberi himbauan karena yang memberi himbauan dan yang dihimbau kurang lebih sama kelakuannya.
Beda ketika era Gus Dur para tokoh yang memberi himbauan adalah manusia manusia yang berintegritas tinggi, mereka adalah tokoh teladan yg mumpuni.
Orang-orang yang punya niat baik memperbaiki keadaan harus merubah cara, merubah teori. Kita harus kembali ke cara-cara yang dilakukan ulama-ulama pendahulu kita, yakni tanpa lelah, tanpa pamrih berbaur secara kultural dengan masyarakat memberi contoh langsung tanpa kata kata, tanpa komentar, tanpa himbauan
jauh lebih bermartabat jika memberi contoh langsung.
Dan semalam sudah terbukti kengeriannya arus balik politik bunyi-bunyiaan.(*)